Selasa, 30 November 2010

wow

 ‎"melihat orang yg kita cintai bahagia dengan orang itu bohong, kita hanya berpura-pura bahagia di saat hati kita sakit,itu mengajarkan kita untuk munafik !!!"‌






♥ "cinta tak harus memiliki itu bohong, semua org ingin memiliki, bahkan terkadang harus memiliki."

♥ "melihat orang yg kita cintai bahagia dengan orang lain pun juga bohong, kita hanya berpura-pura bahagia di saat hati kita sakit,itu mengajarkan kita untuk munafik !!!"




like walking in the rain cause no one can see me crying ......




"Tuhan akan mempertemukan kamu dengan orang yang salah untuk kamu cintai, sebelum di pertemukan dengan orang yang tepat untuk kamu cintai, agar kamu dapat belajar dari kesalahan sebelumnya"




Senin, 29 November 2010

ilmu budaya dasar

 MANUSIA DAN PENDERITAAN

PENDERITAAN

Penderitaan berasal dari kata derita. derita berasal dari bahasa sanskerta, yaitu dhara yang berarti menahan atau menanggung, sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia derita artinya menanggung (merasakan) sesuatu yang tidak menyenangkan.




Jenis-Jenis penderitaan :


  • siksaan
  • kebimbangan
  • kesepian
  • ketakutan
  • kesakitan
  • kegelapan
  • kegagalan
  • tertekan mental
  • dan masih banyak lagi.

Penderitaan bisa berasal dari siapa pun, ada yang menderita karena miskin dan lapar.
tetapi banyak orang yang menderita karena lumbung kekayaan dan dipuncak kejayaannya, ada yang menderita karena bencana alam tetapi banyak pula yang mnderita karena bencana oleh manusia itu sendiri.




Sumber Penderitaan :




  • Dari Tuhan sang Pencipta  => Takdir dan alam semesta
  • dari lingkungan => Manusia
  • pribadi => Pencurian
  • ciptaan Manusia
  • Dan masih banyak lagi.



Dalam makalah ini, saya akan mengambil contoh  tentang penderitaan yang telah dialami oleh rakyat Aceh. kalaw dihitung-hitung rakyat aceh sudah mengalami penderitaan besar sebanyak tiga kali, yakni :



Pertama adalah Penderitaan saat Belanda menjajah Aceh, dan itu sudah disembuhkan dengan perjuangan rakyat Aceh dan proklamasi kemerdekaan RI. Penderitaan kedua saat sekelompok orang yang berusaha untuk memisahkan Aceh dari NKRI, justru bukan pro-rakyat Aceh, tapi mereka membuat rakyat Aceh menjadi semakin takut dan diteror setiap saat. penderitaan ini tampak dari luar sudah sembuh, tapi diam-diam luka dalamnya masih tersisa bahkan setelah Penderitaan ketiga, yaitu Tsunami yang menghantam segala penderitaan rakyat Aceh.


Tsunami terjadi tanggal 26 Desember 2004,  akibat gempuran Tsunami, hampir dua ratus lima puluh ribu orang.tewas. Ketika rakyat aceh menderita akibat gempuran Tsunami, beberapa orang berpendapatan miring. ada yang berkata masyarakat aceh menderita akibat dosa yang tidak menerapkan hukum agama dengan sepenuh hati. sebagian lain menyebutkan bahwa ladang-ladang ganja di aceh menjadi penyebab kemarahan Tuhan. komentar-komentar ini bermuara pada satu hal yakni, "penderitaan adalah Hukuman TUHAN terhadap manusia yang berbuat dosa"


Berikut ini saya tunjukan beberapa gambar pada saat Tsunami terjadi.






















Secara umum kondisi di Aceh kini semakin baik. Pemerintah daerah yang baru telah terbentuk, pembangunan infrastruktur juga sudah mencapai 60 hingga 70 persen.
Ratusan kepala keluarga memang masih tinggal di penampungan, namun sebagian besar sudah menempati rumah bantuan yang disediakan.




Namun dari sisi mental, para korban tsunami masih memerlukan penanganan psikologis. Menurut Aktivis Lembaga Pusat Pelayanan Kesehatan Mental Keluarga (Himsi Jaya) di Blang Pidi, Aceh Barat Daya-NAD, Totok Widayanto, para korban masih menyimpan memori saat mereka berlarian karena dikejar air laut yang menghantam daratan sebelah barat pesisir Nanggro Aceh Darusallam.




Mereka masih trauma dan merasa ngeri saat melihat mendung dan ombak pasang.
Berbeda dengan anak-anak, kondisi psikologis mereka sudah lebih baik karena mereka lebih banyak bermain. Meskipun beberapa di antaranya masih ada yang bertanya di mana orang tua dan keluarga mereka.


marilah Kita semua menundukkan kepala,  kita semua berduka, kita semua menangis. Tapi tangisan dan keprihatinan saja tidak cukup dalam menyikapi sebuah bencana.  Diperlukan langkah nyata berbasis alasan ilmiah yang cukup agar didapat gerak yang efektif dalam menanggulangi dan sekaligus bersiap mengantisipasinya lagi di masa depan. Sudah saatnya kita menanganibencana tidak hanya dengan mengandalkan naluri charitas belaka.